“Penjabat kepala daerah harus mundur lima bulan sebelum pelaksanaan pilkada, jika ingin ikut pilkada,” tegas Tito Karnavian pada rapat koordinasi melalui konferensi video (zoom meeting), Kamis.
Rapat koordinasi melalui konferensi video yang dilaksanakan itu bersama penjabat kepala daerah seluruh Indonesia, termasuk diikuti Penjabat (Pj) walikota Palembang Drs. Ratu dewa M.si
Penjaga kepala daerah ditunjuk pemerintah pusat sebagai pengisi kekosongan pimpinan daerah, jelas Mendagri, tidak menggunakan jabatan untuk politik praktis.
“Seluruh penjabat kepala daerah harus bersikap netral dalam pelaksanaan pilkada,” tegasnya.
Netralitas penjabat kepala daerah dalam pilkada diatur Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota, menjadi Undang-Undang yang ditetapkan tanggal 1 Juli 2016.
Pada pasal 7 ayat (2) huruf q, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota harus memenuhi persyaratan.
Persyaratan itu disebutkan pada ayat (1). menurut Mendagri, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut huruf q: tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati dan penjabat wali kota.
Ketentuan pada regulasi tersebut, lanjut dia, untuk mencegah penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota mengundurkan diri untuk mencalonkan menjadi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota.
Rapat kerja digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna optimalisasi kinerja penjabat gubernur, penjabat bupati dan penjabat wali kota, menyangkut isu strategis yang menyangkut pelaksanaan pilkada, serta tata kelola penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Penjabat kepala daerah terancam sanksi yang maju ikut bertarung pada pilkada serentak,” ujar Tito Karnavian